Karya Tulis Otonomi Daerah
KARYA TULIS
Tentang
Otonomi Daerah Untuk Penguatan
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
![]() |
|||||
![]() |
![]() |
||||
Oleh
:
LIDIA WINARTI
UNIVERSITAS TERBUKA
UPBJJ UT JEMBER POKJAR CURAHDAMI
TAHUN 2013
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan YME, karena atas berkat
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis tentang Otonomi Daerah untuk
Penguatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan baik.
Ucapan terima kasih diucapkan kepada Bapak Ir. H. Isran Noer yang telah
mengadakan sayembara Nasional ini dan pihak-pihak yang mendukung membantu
penulisan Karya tulis ini.
Dengan menyelesaikan Karya Tulis Ini, tidak jarang penulis menemui
kesulitan. Namun Penulis sudah berusaha sebaik mungkin untuk menyelesaikannya.
Oleh karena itu penulis mengharap kritik dan saran dari semua pihak yang
membaca yang sifatnya membangun untuk dijadikan bahan masukan guna penulisan
yang akan datang sehingga menjadi lebih baik lagi. Semoga karya tulis ini bisa
bermanfaat bagi penulis khususnya bagi pembaca pada umumnya. Terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Bondowoso,
25 Maret 2013
Penulis
Nama :
LIDIA WINARTI
Alamat :
Jl. MT. Haryono No. 53 RT. 19 RW. 03
Badean, Kabupaten Bondowoso – Jawa Timur
Tempat, Tanggal lahir :
Bondowoso, 29 Agustus 1991
Nama Perguruan tinggi : UT
UPBJJ Jember (Pokjar Curahdami)
Alamat Perguruan Tinggi : Jl.
Kaliurang No. 12 Kabupaten Jember
Otonomi Daerah? Banyak orang awam di daerah kami apa itu otonomi daerah
bahkan banyak kalangan yang tak peduli akan hal tersebut. Definisi otonomi
daerah adalah haka tau wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai
dengan peraturan perundang-undangan. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
yang terdiri dari 399 Kabupaten, 93 Kota dan 33 Provinsi. Dengan adanya
pelaksanaan otonomi daerah di Negara kita sangat membantu menguatkan NKRI.
Otonomi daerah sangat menguntungkan, karena daerah dapat mandiri mengatur
urusannya sendiri dalam berbagai bidang seperti urusan pemerintahan, ekonomi,
kesehatan, pendidikan, social budaya dan lain-lain. Pemerintah yang berkualitas
dan masyarakat yang baik mampu menciptakan otonomi daerah yang baik pula tapi
jika pemerintah yang tidak baik dan masyarakat yang tidak mendukung pelaksanaan
otonomi daerah takkan tercipta dengan baik. Dalam UU No. 5 Tahun 1974 ini juga
meletakkan dasar-dasar system hubungan pusat – daerah yan dirangkum, dalam 3
prinsip yaitu : a) Desentralisasi, yaitu penyerahan urusan pemerintah dari
Pemerintah atau Daerah menjadi urusan rumah tangganya; b) Dekosentrasi,
pelimpahan wewenang dari pemerintah atau kepala wilayah atau kepala instansi
vertical tingkat atasnya kepada pejabat-pejabat di daerah; dan c) Tugas
Pembantuan (medebewind), tugas untuk turut serta dalam melaksanakan urusan
pemerintah yang ditugaskan kepada Pemerintah Daerah atau Pemerintah Daerah
tingkat atasnya dengan kewajiban mempertanggung jawabkan kepada yang
menugaskannya.
Implementasi otonomi daerah telah memasuki era baru setelah pemerintah
dan DPR sepakat untuk mengesahkan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
daerah dan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerrintah Pusat dan daerah. Kedua UU Otonom daerah ini merupakan revisi dari
UU Nomor 22 dan Nomor 25 Tahun 1999 sehingga UU tersebut kini tidak berlaku
lagi. Sejalan dengan diberlakukannya UU otonomi tersebut memberikan kewenangan
penyelenggaraan pemerintah daerah yang lebih luas, nyata dan bertanggung jawab.
Adanya perimbangan tugas, fungsi dan peran antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah tersebut menyebabkan masing-masing daerah harus memiliki
sumber pembiayaan yang memadai untuk memikul tanggung jawab penyelenggaraan
pemerintah daerah. Dengan demikian diharapkan masing-masing daerah akan dapat
lebih maju, mandiri, sejahtera dan kompetitif di dalam pelaksanaan pemerintahan
maupun pembangunan daerahnya masing-masing.
Pelaksanaan otonomi daerah tentu menimbulkan berbagai permasalahan dan
dampak ini disebabkan karena kesiapan masing-masing daerah dalam
mengimplementasikan otonomi daerah juga berbeda-beda. Berikut ini permasalahan
otonomi daerah yang timbul di Indonesia :
1.
Masalah
perkotaan yaitu kemacetan lalu lintas, banjir, perumahan kumuh, listrik dan air
bersih
Awal-awal
tahun 2013 ini banyak sekali kejaian yang menimpa nengar kita khususnya Ibu
Kota yaitu Jakarta seperti banjir mengapa hal itu bisa terjadi dalam kurun
waktu yang cukup lama, kita lihat sungai-sungai di daerah Jakarta yang dibuangi
sampah hal tersebut merupakan salah satu penyebab banjir. Dari kejadian
tersebut sehingga banyak hal-hal yang ditimbulkan seperti kemacetan lalu lintas, karena jalan yang digunakan tergenang
air. Selain itu hal lain yang timbul yaitu krisisnya air bersih yang menimpa
kota-kota besar daerah lain karena banyak pabrik yang membuang limbahnya ke sungai air menjadi
tercemar dan air sungai tidak dapat digunakan, kurangnya kesadaran masyarakat
untuk membuang sampah pada tempatnya terciptanya perumahan yang kumuh dan
menyebabkan penyakit. Tidak menghemat penggunaan listrik juga merupakan masalah
padahal masih banyak daerah-daerah pelosok yang belum bisa menggunakan energi listrik
tersebut. Disinlah peran otonomi daerah perlu diaplikasikan tapi hal tersebut
perlu adanya kerjasama yang baik antara pemerintah dan masyarakat sehingga
tercipta otonomi daerah yang berhasil.
2.
Masalah
pendidikan
Otonomi
pada pendidikan, membawa dampak yang baik yaitu memberikan kesempatan yang
sangat luas kepada pemerintah daerah dan masyarakat untuk berperan aktif dalam
pengembangan dan kemajuan di bidang pendidikan. Begitu juga dengan pihak
sekolah sebagai lembaga pendidikan mempunyai kesempatan yang banyak untuk
menncapai target kualitas pendidikan yang diharapkan, baik itiu sekolah swasta
maupun negeri semunya memberikan kewenangan dan kebebasan dalam meningkatkan
mutunya, dengan tetap berpedoman pada kurikulum pemerintah pusat. Sedangkan
dampak tidak baiknya yaitu berhubungan dengan Sumber Daya Manusia (SDM) yang
tidak merata, dalam artian bagi suatu daerah yang Sumber Daya Manusianya baik
maka penerapan otonomi pada pendidikan akan semakin memicu perkembangan
kwalitas pendidikannya sedangkan bagi daerah yang mempunyai Sumber Daya
Manusianya di bawah rata-rata, maka daerah tersebut kesulitan untuk bersaing
meningkatkan kwalitas pendidikannya dan semakin tertinggal.
3.
Masalah
sosial budaya
Bhineka Tunggal Ika itu semboyan Negara kita ragam
suku dan budaya ita semua tahu akan hal itu, bahkan pulau di Indonesia adalah
terbanyak di dunia. Masalah yang timbul banyak diantaranya soal kekuasaan atas
tanah leluhurnya. Banyak suku-suku yang rela untuk memperebutkan bagian dari
wilayahnya yang diklaim oleh suku lainnya bahkan memasuki era modern tanah
tersebut juga diklaim oleh pemerintah. Kesulitan untuk bernegoisasi dengan para
tetua suku dan pemilik tanah adat menjadi tantangan bagi pemerintahan daerah.
Apalagi di bawah tanah yang diperebutkan tersimpan kekayaan alam yang melimpah.
Seperti yang terjadi di tanah Freeport yang dimiliki oleh tujuh suku dan
kemudian dibawah tanah tersebut tersimpan berton-ton emas dan uranium. Namun
suku-suku di Papua tetap saja banyak yang hidup berada dibawah garis
kemiskinan, aspirasi mereka dipermainkan oleh oknum tertentu dan swasta asing.
Masyarakat yang lemah akan kemampuan mereka cenderung dibodohi oleh oknum
negara sendiri dengan dalih otonomi daerah untuk pemberdayaan manusia dan
sumber daya alam yang melimpah. Menjadi potensi untuk kemajuan yang semu, mereka
yang dijanjikan untuk bekerja juga sebagai kuli kasar bukan sebagai pemilik,
hanya dibayar beberapa puluh dollar saja sudah bungkam tanpa suara, karena memang
mereka tidak mempunyai jalan pemikiran yang modern.
Kesulitan administratif dan
program pembangunan untuk sistem simetri. Masalah pembangunan atau modernisasi
dalam tubuh kesukuan, dinilai dari satu sisi sebagai perusakan terhadap
keanekaragaman juga dianggap sebagai ancaman terhadap nilai kesukuan. Namun
disisi yang lain pemerintah juga perlu meningkatkan taraf peradaban dari sebuah
komunitas masyarakatnya. Masukan dan dukungan biasanya didapat hanya dari
kelompok mayoritas dalam sistem masyarakat, dan peran suku-suku atau komunitas
yang kalah suara dipastikan tidak akan didengar oleh pemerintah, baik itu
daerah maupun pemerintah pusat. Sangat ironis memang, disaat pemerintah
menggembor-gemborkan pemberdayaan dan hak asasi manusia, justru kelompok minoritas
sangat sulit untuk memberikan input kepada pemerintah sebagai jembatan aktor.
Ditambah lagi jika suku itu bersifat sangat tradisional, mereka cenderung tidak
mau tahu dengan keadaan di luar sana, yang terpenting bagi mereka adalah
mencari makan sesuai dengan aturan adatnya, belum sampai dalam benak mereka
untuk berpacu membangun bersama daerahnya.
Masyarakat yang heterogen,
mempunyai kesempatan besar sebenarnya saat ini untuk menyampaikan aspirasi
daerahnya. Artikulasi dalam penyampaian kepentingan sangat terbuka lebar, namun
dalam hal agregasi kepentingan sepertinya pemerintah baik daerah maupun pusat
merasa kewalahan dalam menampung aspirasi masyarakat yang sebegitu
bermacam-macam. Kesukuan tidak bisa menjalankan multisistem, dalam pengaturan
rumah tangganya ditambah dengan sistem peraturan dari pemerintahan daerah yang
dibuat secara kasar, dalam artian tanpa melihat kondisi nyata daerah
masing-masing. Penggunaan dua sistem yang dipaksakan akan menimbulkan banyak
konflik.
4.
Masalah
lingkungan
Hutan, laut, dan pantai adalah
sebagian dari lingkungan hidup yangmerupakan aset pembangunan yang diperlukan
untuk kesejahteraan manusia yang pemanfaatannya perlu dilestarikan. Keberagaman
fungsilingkungan sangat memungkinkan Indonesia untuk bisa setara dan menjadi pelopor
bagi negara-negara berkembang lainnya dalam hal mendesak negara-negara maju
agar segera menurunkan emisi. Lingkungan-lingkungan yanga ada di Indonesia
tidak akan pernah menjadi baik, apabila orientasi pemerintah hanya mengejar
pendapatan negara dan demi kepentingan pemodal saja.
Berikut penyebab lemahnya
pengelolaan lingkungan hidup di daerah dalam era otonomi daerah:
- Ego sektor daerah, dimana otonomi daerah belum mampu dilaksanakan dengan baik.
- Pendanaan yang minim di bidang lingkungan hidup
- Eksploitasi sumber daya alam yang hanya mengedepankan keuntungan dari sisi ekonomi saja.
- Lemahnya pengawasan lingkungan (pencemaran, dan perusakan lingkungan)
- Minimnya pemahaman masyarakat tentang lingkungan hidup dari tiap golongan, atas atupun menengah.
- Pererapan teknologi yang tidak ramah lingkungan.
Peranan
pemerintah, masyarakat dan swasta dalam hal ini menjadi bagian terpenting yang
tidak terpisahkan dalam upaya mengelola lingkungan hidup. Pengelolaan
lingkungan secara terpadu disinyallir terbukti memberikan peluang pengelolaan
yang cukup efektif dalam rangka menyeimbangkan antara pelestarian lingkungan
dan pemanfaatan ekonomi. Namun hal ini tidak menutup kemungkinan akan adanya
bentuk-bentuk pengelolaan lain yang lebih aplikatif (applicable) dan adaptif (acceptable).
Salah satu bentuk pengelolaan yang cukup berpeluang memberikan jaminan
efektifitas dalam pengimplementasiannya adalah pengelolaan berbasis masyarakat.
Melestarikan
lingkungan hidup merupakan suatu kebutuhan bersama dan bukan hanya menjadi tanggung
jawab pemerintah atau pemimpin negara saja, melainkan tanggung jawab setiap
warga negara. Setiap orang harus melakukan usaha untuk menyelamatkan lingkungan
hidup sesuai dengan kapasitasnya masing-masing. Sekecil apa pun usaha yang kita
lakukan sangat besar manfaatnya bagi terwujudnya bumi yang layak huni bagi
generasi anak cucu kita kelak.
5.
Memperkuat
ekonomi daerah
Dalam
pelaksanaan otonomi daerah itu tak selamanya berjalan dengan baik. Pasti dalam
pelaksanaannya itu terdapat dampak positif dan dampak negatifnya. Dan
dampak-dampak tersebut pasti ada dalam berbagai bidang. Contohnya dampak
positif dan negatif otonomi daerah terhadap perekonomian di Indonesia.
Dampak
positif otonomi daerah terhadap perekonomian di Indonesia adalah dengan adanya
otonomi daerah maka memberikan kesempatan kepada daerah tersebut untuk
memperlihatkan identitas lokal yang ada di masyarakat. Dan dengan berkurangnya
wewenang serta kendali dari pemerintah pusat maka akan mendapat perhatian lebih
dari pemerintah derah dalam menghadapi permasalahan atau persoalan di daerahnya
sendiri. bahkan dana yang diperoleh lebih banyak daripada dana yang diperoleh
melalui birokrasi dari pemerintah pusat. Sehingga dana tersebut mendorong suatu
pemerintah daerah untuk melaksanakan pembangunan-pembangunan daerah dan
membangun program promosi kebudayaan atau yang lain. Dengan melakukan otonomi
daerah maka kebijakan-kebijakan pemerintah akan lebih tepat sasaran, karena
pemerintah daerah cenderung lebih mengerti situasi dan kondisi daerahnya serta
potensi-potensi yang dimiliki daerahnya daripada pemerintah pusat.
Dampak
negatif otonomi daerah terhadap perekonomian di Indonesia adalah otonomi daerah
dapat menimbulkan persaingan antar daerah yang dapat memicu pada perpecahan.
Misalnya dalam persaingan berbisnis. Selain itu otonomi daerah juga dapat
memberikan kesempatan bagi oknum-oknum yang di pemerintah pusat melakukan
hal-hal yang dapat merugikan rakyat dan negara. Misalnya korupsi, kolusi dan
lain-lain. Kadang juga ada kebijakan-kebijakan daerah yang tidak sesuai dengan
konstitusi negara yang dapat menimbulkan pertentangan antara daerah satu dengan
daerah lainnya atau bahkan daerah dengan negara.
Memang harapan dan
kenyataan tidak lah akan selalu sejalan. Tujuan atau harapan tentu akan
berakhir baik bila pelaksanaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan juga
berjalan baik. Namun ketidaktercapaian harapan itu nampak nya mulai terlihat
dalam otonomi daerah yang ada di Indonesia. Masih banyak permasalahan yang
mengiringi berjalannya otonomi daerah di Indonesia. Permasalahan-permasalahan
itu tentu harus dicari penyelesaiannya agar tujuan awal dari otonomi daerah
dapat tercapai.
Comments
Post a Comment
komentari ya.....